Setiap kepala negara memiliki mobil kepresidenan sebagai kendaraan dinas sehari-hari. Zaman presiden Soekarno, Indonesia juga telah memiliki sejumlah mobil kepresidenan. Mobil-mobil itu sekarang di simpan dalam Museum Gedung Joang 45, Jakarta.
Kendaraan dinas presiden dan wakil presiden RI yang pertama adalah Buick-8 dan DeSoto. Mobil Buick-8 digunakan oleh presiden Soekarno pada masa selepas proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Kendaraan berpelat nomor Rep-1 ini banyak berjasa karena turut mendukung presiden Soekarno dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia, dalam periode 1945-1949.
Cerita tentang bagaimana Buick-8 ini menjadi mobil kepresidenan cukup unik. Pada tahun 1945, ketua barisan benteng, Sudiro, menemukannya di belakang kantor Departemen Perhubungan yang digunakan Jepang. Gedung ini sekarang menjadi kantor Direktorat Jenderal Perhubungan Laut di Jalan Merdeka Timur, Jakarta.
Sudiro paham Buick-8 bukanlah mobil sembarangan. Ia lantas membujuk sopirnya untuk pulang kampung di Kebumen, Jawa Tengah, dan meminta kuncinya untuk diberikan kepada presiden Soekarno. Sudiro menganggap mobil ini pantas di tumpangi kepala negara.
Meski umur mobil ini sudah begitu tua, tetapi wibawanya masih terasa hingga sekarang. Di dalam kabinnya ada selembar kaca sebagai pemisah antara penumpang dengan pengemudinya.
Buick-8 merupakan mobil tipe Limited-8, yang dibuat pada tahun 1939 dengan kapasitas 320 ci atau 5247 cc. Selain Buick-8, presiden Soekarno juga memiliki mobil dinas, seperti Cadillac 75, GAZ 13, Zil 111, dan Lincoln Cosmopolitan (Limosin Cabrio).
Sementara itu, Mobil DeSoto yang dibuat tahun 1942, biasa digunakan wakil presiden Mohammad Hatta. Nomor polisinya Rep-2. Tak seperti Buick-8 yang ditemukan di jalan, DeSoto adalah sumbangan dari pengusaha Djohan Djohor. Ia merupakan pengusaha sukses di Jakarta masa itu dan bermaksud ikut memobilisasi perjuangan.
Yang menarik, DeSoto milik wakil presiden Mohammad Hatta ini sempat berpindah tangan dan oleh pemilik yang baru dijadikan angkutan umum (oplet). Namun, wakil presiden Mohammad Hatta membelinya kembali dan memperbaikinya dengan bantuan pengusaha Hasyim Ning.
Dari! Kompas