Johnny andrean sang pemilik J.Co, Johnny andrean, dan bread talk..




Sebelumnya dah pada kenal belum?

Yup,mungkin yang belum tau ane jelasin aja ya.
 
Beliau adalah seorang usahawan sukses yag mendirikan Johny Andrean Salon (Salon terbesar di Indonesia), Pemegang brand BreadTalk di Indonesia, serta Pendiri J.CO (Gerai Donat dan Kopi asli Indonesia).

 



 

 
Langsung aja tanpa basa-basi inilah beliau
Ini gan sosok beliau
PERJUANGANNYA

Di luar kesibukannya sebagai pebisnis salon sukses, Johnny Andrean punya hobi tak kalah mengasyikkan: traveling alias jalan-jalan. Demi memenuhi hobinya itu, minimal empat kali dalam setahun Johnny bersama istrinya,
Bagi pria yang dikenal sebagai hair stylish terkemuka yang memiliki tak kurang dari 150 salon di seluruh Indonesia ini, traveling inilah yang memberinya kesempatan menggali ide-ide kreatif dan mengasahnya untuk kepentingan bisnis. Melalui traveling itu, ide-ide kreatif selalu muncul, ujar sang istri, Tina.
Salah satu hasil petualangannya demi melahirkan ide kreatif terlihat di tahun 2003, tatkala pria berambut gondrong ini berhasil ditunjuk menjadi master franchise roti Bread Talk yang berkantor pusat di Singapura. Secara berani, Johnny menawarkan gerai roti yang berbeda dari lainnya: gerai Bread Talk didesain terbuka dan transparan, sehingga memungkinkan konsumen melihat proses produksi, dan wangi khas rotinya dapat mengepung pusat perbelanjaan di mana gerai itu berada. Akibatnya,pengunjung pun terpancing untuk singgah ke gerainya.
Berkat pendekatan yang berani — menampilkan dapur yang terbuka dan transparan — gerai Bread Talk laris manis diserbu pelanggan. Bahkan, sejak awal peluncurannya pelanggan rela antre untuk bisa membeli roti yang harganya tak bisa dikatakan murah itu. Antrean panjang di gerai-gerai Bread Talk kini seolah-olah menjadi tren gaya hidup baru bagi masyarakat kota besar.
Sukses dengan Bread Talk, diikuti sukses Johnny yang lain di bisnis food & beverage. Tahun 2005 dia masuk ke bisnis donat dan kopi dengan mengibarkan J-Co Donuts & Coffee. Johnny punya obsesi untuk merek besutannya ini: menjadi pemain global. Untuk itu, dia pun mau melakukan survei dan riset ke berbagai negara, seperti Australia, Amerika Serikat, Jepang dan berbagai negara Eropa. Mimpinya adalah menciptakan donat yang sempurna, yang diterima lidah dan mendorong gaya hidup modern di perkotaan.
Lagi-lagi, J.Co juga mendapat sambutan pasar yang luar biasa. Dalam waktu singkat kini ada lebih dari 40 gerai J.Co yang tersebar di berbagai kota di Tanah Air. Bahkan, J.Co pun telah merambah negara tetangga,spt Malaysia dan Singapura.
Baik Bread Talk maupun J.Co memperlihatkan kecerdasan Johnny memaksimalkan jiwa kreatifnya. Produknya selalu berbeda dari produk lain di kategorinya. Dia berhasil menjadikan produk yang dibesutnya sebagai another product. Pertanyaannya, kok bisa?
Inovasi merupakan sebuah keharusan. Karena itu, dibutuhkan kreativitas yang tinggi untuk membuat produk yang dibesut selalu tampil segar, ungkap Tina tentang prinsip suaminya.
Johnny menandaskan, hal pertama yang harus dilakukan agar menjadi kreatif dan tetap kreatif adalah memiliki tim yang kreatif dan andal. Tim ini harus diisi orang-orang yang kreatif. Satu orang kreatif tidak bisa apa-apa. Dengan bersama-sama, kreativitas dan ide-ide kreatif tidak akan pernah berhenti,ungkapnya.
Traveling, menurut Johnny, merupakan salah satu cara mengembangkan kreativitas. Maka, terkadang dia pun mengikutsertakan timnya dalam perjalanan. Kami sering melihat pameran dan show di luar negeri,ujarnya. Selain itu, cara lain yang juga bisa meningkatkan kreativitas adalah sering melihat gambar-gambar fashion dan tren di luar negeri.
Kreativitas, menurut Gita Herdi Hastarani, Manajer Pemasaran & Komunikasi Grup Johnny Andrean, tidak bisa timbul dari, atau dieksekusi oleh, satu orang saja. Sehingga, di semua usaha Grup Johnny Andrean selalu diadakan rapat bersama. Tidak hanya dari head office, kami juga mengundang para area manager dari cabang-cabang. Di situ kami brain storming bersama-sama, ujarnya. Dari pertemuan itu, banyak muncul ide dari orang-orang operasional di lapangan selain ide-ide dari kantor pusat.
Tina menambahkan, biasanya, setelah mendapat ide, Johnny dan dirinya akan mendiskusikan ide itu bersama dan kemudian membagikan kepada staf agar mereka kembangkan.
Sebagian besar ide kreatif di grup perusahaan tersebut bermula dari pemikiran Johnny. Dan, lanjutnya, ketika mendapatkan ide kreatif, Johnny tidak mau kehilangan momen sedikit pun. Terkadang tengah malam ia mengajak diskusi tentang ide kreatifnya itu.
Eric Pradjonggo, pemilik Cafe Cavana, membenarkan pernyataan kolega dekat Johnny itu. Jam berapa pun itu, bahkan di luar jam kantor. Kalau merasa perlu mematangkan ide tersebut, dia akan melakukan itu.
Eric juga menilai Johnny sebagai orang yang spontan. Sehingga kalau ada ide, langsung digarap. Dia tidak mau meninggalkan idenya begitu saja. Jadi, ide-idenya sering harus dibahas seketika itu juga., ujarnya. Dia banyak berdiskusi dengan orang-orang di dekatnya untuk mengembangkan ide menjadi lebih detail. Tatkala ide itu bukan berasal dari dirinya, dia bisa menghubungi orang yang mengusulkan ide itu setiap waktu untuk berdiskusi. Dia tidak pernah membiarkan ide itu mandek di satu titik. Dia terus mengembangkannya, Eric memaparkan.
Johnny juga selalu mencatat hal-hal penting. Hal ini sangat berguna kala dia melakukan pengembangan bisnis dari ide kreatifnya. Akan tetapi, di luar kebiasaannya mencatat itu, sang kolega menyebutkan bahwa Johnny memiliki ingatan yang sangat tajam.
Tina menekankan, kunci sukses Johnny adalah sikap selalu senang bekerja, selalu ingin membuat yang terbaik, serta selalu ingin meningkatkan apa yang telah dilakukan dan dibuat agar di masa mendatang jadi lebih baik lagi. Hal ini pula yang menurut Tina selalu ditekankan dalam memotivasi pegawai, sehingga mereka selalu berpendapat apa yang dilakukan sekarang belum sempurna, dan harus disempurnakan lagi. Itulah yang menjadi momentum untuk menjadi lebih baik dan lebih baik. Biasanya apa yang menjadi ide itu kami coba dulu. Kalau nanti gagal, ya tidak apa-apa, karena gagal itu juga sebenarnya pelajaran. Melalui kegagalan kami belajar untuk masa yang akan datang. Kami tidak pernah takut gagal. Saya rasa semua orang berhasil harus gagal dulu, papar Tina.
SUKSES J.CO

Siapa tidak kenal J.Co? Gerai donat asli lokal yang selalu menamai produknya dengan nama eksentrik seperti Da Vin Cheez, MONA PIZA, Alcapone, atau Why nut. Ketika gerai J.co Donuts and Coffee pertama dibuka pada 26 Juli 2005, banyak yang menyangka bahwa gerai donat ini merupakan waralaba asing. Maklum, sebab saat itu toko donat yang memiliki konsep open kitchen belum ada di Indonesia.

Perkembangan J.co bisa dibilang sangat pesat. Dua tahun semenjak gerai pertamanya di Supermal Karawaci dibuka, J.co telah memiliki 24 gerai dan memiliki 2 gerai di luar negeri, satu di Malaysia dan lainnya di Singapura. Tahun ini diperkirakan gerai J.Co akan mencapai 100 gerai.

Prestasi ini tak lepas dari peran besar pendiri J.Co, Johnny Andrean. Johnny adalah anak perantauan yang berasal dari Singkawang, Kalimantan Barat. Orang tuanya adalah penjual hasil bumi dan pengelola salon. Johnny berangkat ke Jakarta pada tahun 80-an berbekal ilmu salon dari ibunya dan mampu bertahan hidup dengan mendirikan salon kecil di Jakarta Utara. Bisnis salonnya itu kemudian berkembang menjadi besar dan sangat terkenal. Selain salon, ia juga membeli izin waralaba BreadTalk dan mengembangkannya di Indonesia.

Suatu hari muncul ide untuk masuk ke bisnis donat. Johnny awalnya hendak menggunakan konsep yang sama dengan BreadTalk, di mana ia membeli hak waralaba dari luar negeri. Namun, donat yang hendak dibeli waralabanya itu ternyata memiliki banyak kelemahan mulai dari bahan baku hingga proses produksi yang kurang menjaga kualitas. Jhonny pun berusaha mengembangkan sendiri resep donatnya, dan sukses. Ia kemudian mengambil beberapa konsep penjualan donat di luar negeri; mencontoh Eropa untuk urusan penyajian, serta mencontoh jepang untuk urusan display.

Donat-donat buatan Johnny dibuat dengan menggunakan mesin modern, mulai dari adonan, cara memasak, hingga pengglasuran dan menutup permukaan donat dengan bahan-bahan yang menjadi ciri-ciri setiap jenis donatnya. Hampir separuh bahan baku diimpor, cokelat dari Belgia dan susu didatangkan dari Selandia baru. Biji kopi untuk minuman didatangkan dari Italia dan Kosta Rika.

Johnny juga mendatangkan spesialis-spesialis donat dan kopi untuk membuat menu baru, dan tak segan mengirimkan tim risetnya ke luar negeri untuk mempelajari resep-resep baru. Untuk pemasaran, Johnny lebih percaya pada kekuatan public relations daripada iklan-iklan mahal di televisi dan koran.

SEMOGA KESUKSESAN BELIAU BISA KITA CONTOH GAN